Rabu, 24 Juni 2020

Teori Invisible Hand dan Pandangan Islam

Sejak revolusi Adam Smith dengan “teori tangan gaib” (the theory of invisible hand), ekonomi mengalami goncangan yang dahsyat bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Adam Smith pendiri madhab klasik selalu mengedepankan faktor kapital untuk mengukur keberhasilan perekonomian. Sehingga madhab ini sering disebut kapitalisme. Sesuai doktrinnya “Laissez Faire” Adam Smith berpendapat  dimana setiap orang dipersilahkan mengejar kepentingannya masing-masing. Menurut Adam Smith kepentingan pribadi (self interest) merupakan kekuatan pengendali perekonomian. Semua proses yang dijalankan akan menuju kearah kemakmuran bangsa, seolah-olah setiap individu didorong oleh “tangan gaib” (the invisible hand) yang mendorong mereka maju.

Dalam bukunya The Wealth on Nation, Adam Smith menyatakan: 
“Every individual endeavors to employ his capital so that its produce may be of greatest value. He generally neither intends to promote the public interest nor knows how much he is promoting it. He intends only his own security, only his own gain. And he is inthis led by an Invisible Hand to promote an end which was no part of his own intention. By pursuing his own interest he frequently promotes that of society more effectually then when be really inteds to promote it “ 
Setiap individu berusaha untuk menggunakan modalnya sehingga diperoleh hasil yang setingi-tingginya. Dia pada umumnya tiaklah bermaksud untuk menunjang kepentingan umum dengan perbuatannya itu, dan pula ia tidak tahu sampai seberapa jauhkan penunjangnya itu. Ia berbuat itu hanyalah untuk kepentingan sendiri, hanya untuk keuntungannya sendiri. Didalam hal ini ia dibimbing oleh suatu “Tangan Gaib” untuk mencapai sesuatu yang menjadi tujuan utamanya. Dengan mengejar kepentinga pribadi seperti itu, ia akan mendorong kemajuan masyarakat dengan dorongan yang seringkali bahkan lebih efektif daripada kalau ia memang sengaja melakukannya. 

Pendapat Adam Smith tentang Invisible Hand sebenarnya sudah tua sekali umurnya, bukan saja sejak jamannya Francois Quesney, tetapi bahkan sejak zaman hidupnya Jean Baptise Colbert pemuka kaum merkantilis. Laizzes Faire dipakai sebagai pedoman pokok kaum liberal (pengikut Adam Smith), serta menjadi motto kaum kapitalis.10 Sejak revolusi Adam Smith inilah perekonomian kapitalis mengalangi jaman keemasan. Ekonomi kapitalis yang mulai dikenal pada abad 18 yang dipopulerkan Adam Smith oleh Milton Spencer didefinisikan sebagai sebuah sistem ekonomi yang bercirikan hak milik privat atas lat-alat produksi distribusi dan pemanfaatannya untuk mencapai laba dalam kondisi yang kompotitif (Rustam Dahar, 2012).

Namun, bagi umat Islam invisible hand tidak relevan karena tugas manusia di atas bumi ini sebagai khalifah Allah. Secara umum, tugas kekhalifahan manusia adalah tugas mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan dalam hidup dan kehidupannya (al-An‟aam: 165) serta tugas pengabdian atau ibadah secara arti luas (adz-Dzaariyaat: 56). Untuk menuniakan tugas tersebut, Allah SWT memberi manusia dua anugerah nikamat utama, yaitu manhaj al-hayat (sistem kehidupan) dan wasilah al-hayat sarana kehidupan. Manhaj al-hayat adalah segala aturan kehidupan manusia bersumber kepada Al-Qur,an dan Sunnah Rasul. Aturan tersebut berbentuk keharusan melakukan atau sebalikya melakukan sesuatu, juga dalam bentuk melakukan atau sebaliknya meninggalkan sesuatu. Aturan tersebut dikenal hukum lima, yakni wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Dimana peraturan tersebut menjamin keselamatan manusia baik menyangkut keselamatan agama, keselamatan diri, keselamatan akal, keselamatan harta benda maupun keselamatan nasab keturunan. 

Pelaksanaan Islam sebagai way of life akan melahirkan tatanan kehidupan yang baik disebut hayatan thayyibah (an-Nahl: 97). Aturan aturan juga diperlukan untuk mengelola wasilah al- hayat segala sarana dan prasarana kehidupan yang diciptakan Allah SWT untuk kepentingan hidup manusia secara keseluruhan. Wasilah al-hayat ini dalam bentuk udara, air, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan harta benda yang lain. Dalam al-Qur‟an suarat al-Baqarah : 29 yang artinya: “Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadika-Nya tujuh langit. Dan, Dia Maha Mengetahui segala sesuatu “. (al-Baqarah:29) Dalam konteks ini, Islam mempunyai pandangan yang jelas mengenai harta dan kegiatan ekonomi serta bidang-bidang ilmu lainnya yang tidak luput dari kajian Islam, yang bertujuan menuntun agar manusia berada di jalan lurus (shirat al-mustaqim). 

Pandangan Islam mengenai harta dan kegiatan ekonomi:
Pertama, pemilik mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi, termasuk harta benda adalah Allah SWT. kepemilikan oleh manusia hanya bersifat relatif, sebatas melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuan-Nya.

Kedua, status harta yang dimiliki manuasia adalah:
(1)  harta sebagai amanah dari Allah SWT, manusia hanya pemegang amanah karena memang manusia tidak mampu mengadakan benda dari tiada. Dari bahasa Enstin, manusia tidak mampu menciptakan energi, yang mampu dilakukan oleh manusia adalah merubah dari satu bentuk energi ke energi lain;
(2) harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan. Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk memiliki, menguasai dan menikmati harta (Ali Imran:14), Al-Alaq: 6-7); 
(3)  harta sebagai ujian keimanan (al-Afaal: 28) dan 
(4)  harta sebagai bekal ibadah yaitu melaksanakan perintah-Nya (at-Taubah: 41, 60 Ali Imran: 133-134)

Ketiga, pemilikan harta dapat dilakukan antara lain melalui usaha (a’mal) atau mata pencaharian (ma’isyah) yang halal sesuai dengan aturan-Nya (al-Milk: 15, al-Baqarah:267, atTaubah: 105). “mencari rejeki yang halal adalah wajib setelah kewajiban yang lain” (HR. Thabrani). “Sesungguhnya Allah mencari hamba-Nya yang bekerja. Barang siapa yang bekerja keras mencari nafkah yang halal untuk keluarganya maka sama seperti mujahid di jalan Allah (HR Ahmad).

Keempat, dilarang mencari harta, berusaha atau bekerja yang dapat melupakan kematian (at-Takaatsur: 1-2, ) melupakan dzikrullah (tidak ingat kepada Allah dengan segala ketentuan-Nya) (al-Munaafiquun: 9) melupakan shalat dan zakat (an-Nuur: 37) dan memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok orang saja (al-Hasyr: 7).

Kelima, dilarang menempuh usaha yang haram, seperti kegiatan riba (al-Baqarah: 273- 281), perjudian, jual beli barang yang haram (al-Maa‟idah: 90-91), mencuri, merampok (alMaa‟idah: 38), curang dalam takaran timbangan (al-Muthaffifiin: 1-6) melalui cara-cara yang batil dan merugikan (al-Baqarah: 188) dan melalui suap menyuap (HR Imam Ahmad).

***

*Tulisan ini dibuat untuk menjawab soal ujian tengah semester. Bunyi soalnya kalo tidak salah ingat  "Apa pendapat Anda tentang teori invisible hand?" Saya sadur dari jurnalnya pak rustam dahar.

Kebenaran hanya milik dan dari Allah subhana wa ta 'ala, kesalahan dari kedunguan saya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar